Kamis, 06 Oktober 2011

Ema, the beautiful girl and everlasting love


Ema, the beautiful girl and everlasting love
By Vidya Putria Rawwas
Pepatah mengatakan “sesuatu akan menjadi berharga ketika sudah merasa kehilangan”. Pepatah ini tidaklah tepat jika disandarkan kepada Ema. Seumur hidup sejak bersama, berpisah jauh, sampai berpisah di dunia berbeda pun, Ema tetaplah berharga. 
Dalam benakku Ema adalah sesosok wanita tegar, sabar, tulus, ikhlas, dan selalu optimis akan pertolongan Allah. Beliau selalu tiada berhenti menasehati anaknya dengan suaranya khas tidak berhenti sebelum perintahnya dilakukan. Bahkan ketika Aku pulang, dengan sengaja melakukan hal yg tidak beliau disukai dengan tujuan untuk mendengar suaranya. Setiap kali kami bercanda dengan suara keras, beliau bilang “heh, eling umah pinggir dalan”. “sholat aja diende-ende” begitu ucapnya setiap kali kami nonton tivi sampe malam sebelum sholat isya.
Aku dan adekku pernah sekali kepala kami diadu, karena ketahuan lalai sholat dhuhur karena keasikan maen selepas pulang sekolah. Pernah suatu kali aku bercerita  kalo tadi ga bayar ongkos bis karena tidak ditarik, Ema bilang “Jangan diulangi lagi, nanti ilmunya ga bermanfaat. Walau ga ditagih tetap harus dibayar”. Selama aku menempuh pendidikan dasar, menengah dan atas, Beliau memberiku uang saku yang hanya cukup untuk ongkos dan beberapa rupiah uang sisa yang kukumpulkan untuk member kebutuhan lain seperti pembalut, bedak, lks, dan buku. Ema bukanlah ibu yang pelit, tetapi beliau mengajarkan kepada kami untuk hidup prihatin. Jika kurang, barulah Ema menambahi. Mungkin diantara anak ema yang lain, akulah yang paling beruntung karena pernah merasakan jalan-jalan menghabiskan waktu hanya berdua, yaitu ketika jalan-jalan di Bumiayu dan Ema membelikanku sepatu yang harganya seingatku Rp 70.000.
Dalam usia 17 tahun Ema Sari dinikahi oleh Bapa Rawas. Beliau melahirkan 12 anak, 7 anak laki-laki dan 5 anak perempuan. Dengan penghasilan yang ga menentu dari hasil jualan buahnya, Ema harus menghidupi anak-anaknya tanpa pernah mengeluh sedikitpun akan keputusan Allah yang telah mengamanahinya anak yang banyak. sebagian besar waktu Ema habiskan untuk mencari nafkah, ini dikarenakan Bapa pernah 1 tahun tidak boleh bekerja karena menderita sakit TBC. Walau kami tidak dididik secara langsung, Allah senantiasa menjaga kami dari segala pengaruh buruk dan marabahaya. Di tengah kesibukannya mencari nafkah, Ema harus menghadapi ghibahan tetangga. Semoga dosa-dosa Ema dikurangi dengan ujian sebagai bahan ghibahan.
Idul fitri, 1 Syawal 1432 H atau bertepatan dengan senin 29 agustus 2011 merupakan kenangan terakhir kami bersama beliau jalan bersama menuju lapangan untuk sholat Ied dan besoknya silaturahmi ke tetangga dan ke Pak De Wuri, Pak De Kursin dan Bu De Mur. Setelah silaturahmi, Kaki Ema mulai terasa sakit, bahkan saat itu beliau sholat dengan duduk meluruskan kaki. Esok harinya setelah semua anaknya kumpul, Ema diajak periksa di RS Soesilo Slawi. Kadar gula Ema dan tekanan darah tinggi. Saat itu Ema tidak dirawat dan hanya diberi obat.
4 september 2011, ema kembali  ngedrop lebih parah dari biasanya. Ema dibawa ke RS Aminah Bumiayu, kondisi jalan yang padat karena arus mudik, membuat kondisi Ema mengkhawatirkan sehingga dirujuk ke RS Margono Purwokerto. Setelah di periksa kadar gula Ema hanya 30. Sejak itu Ema dirawat, dan didiagnosa terkena osteoarthritis. 8 september 2011 Ema pulang ke rumah, dan beliau harus dirawat di rumah untuk menyembuhkan kakinya. Sejak saat itu, semua aktivitas beliau dilakukan di atas tempat tidur.   
Untuk mengurangi radang sendinya, Ema mengonsumsi rebusan daun sirsak setiap pagi dan menjelang tidur. Selain itu Ema pun harus diit gula dan garam. Aku bersyukur masih bisa berbakti lagi padanya setelah setahun tidak mendampinginya. Dulu ketika masih kuliah di UNSOED, hamper sebulan sekali pulang untuk menjenguknya. Karena jarak yang jauh, setahunn terakhir aku hanya bisa berkomunikasi melalui telepon.
Kamis, 22 september 2011 menjelang shubuh Ema ga sadar. Setelah diperiksa kadar gulanya 273 ml/hg. Selama ini, ketika kadar gula Ema tinggi Bapa menurunkannya dengan ramuan herbal. Langsung saja kubuatkan rebusan daun sirsak, kuminumkan melalui sendok. Sekitar 12:30 kuminumkan rebusan ketan hitam, Alhamdulillah kadar gula Ema turun. Karena kekurangarutan dalam menghitung, kadar gula EMa menjadi 54. Dengan buru-buru kuminumkan 1 sendok sari kurma yang dilarutkan ke segelas air. Kuukur lagi kadar gula Ema menjadi 279. Setelah beberapa menit  langsung melonjak menjadi 377. Langsung kuminumkan rebusan ketan hitam sampai habis. Habis ashar kuukur gula Ema menjadi 303. Alhamdulillah ada penurunan, meski kondisi Ema tidak berubah.
Kondisi Ema terus berlangsung, sehingga akhirnya bapa memanggil orang untuk memeriksa Ema. Datanglah Mas Untung, perawat. Setelah diperiksa, tekanan darah Ema 80. Dan menurutnya Ema mengalami syok hiperglukomia. Akhinya dengan kendaraan milik Mas Edi yang kami sewa seharga Rp 200.000 Ema dilarikan ke RSI Harapan ANda Tegal.
Ema dirawat di ruang ICU dengan diagnose DM (kadar gula 563) dan penurunan kesadaran. Jum’at, aku dipanggil dokter penyakit dalam untuk menjelaskan kondisi Ema. Pak dokter menyarankan ketika seseorang didiagnosa menderita DM, maka ia harus mengkonsumsi obat seumur hidupnya. Jika tidak maka organ tubuh yang lain bisa rusak. Ada dua kemungkinan Ema bisa sadar kembali. Jika kadar uerium creatinum Ema tinggi, maka cuci darah dua kali bisa menyadarkan Ema. Atau jika ternyata kadarnya rendah, berarti diabetes Ema menyerang syaraf.
Kondisi terakhir, pembuluh darh Ema pecah dan Ema diprediksi stroke. Kami hanya bisa berusaha maksimal dengan pengobatan agar Ema bisa keluar dari ruang ICU meskipun membutuhkan waktu lama. Tapi berdasar pengalaman Bapa, usia Ema tidak akan lama lagi. Kondisi ini dilihat dari lidah EMa yang  melengkung ke atas, detak jantung yang melemah. Tentu saja kami tidak percaya mengingat senin sore kondisi ema membaik. Akhirnya aku, wa’I dan mas hasan memutuskan pulang. Karena ketidakpercayaan kami, ALLoh banyak member isyarat. Mobil yang biasanya tidak bermsalah mendadak mati, pohon mangga di belakang rumah tanpa angin mendadak patah, lampu belakang mendadak saklarnya susah dipencet.
Berdasar laporan mbaku, senin malam kondisi Ema memburuk bahkan pukul 01.00 dinyatakan kritis. 2:30 mba Muz menelpon agar mas hasan (anak ke3) jangan pulang dulu dan langsung ke rumah sakit. Kami akan menuju rs setelah kedatangan mas mif (anak ke2) yang baru datang jam 5 lebih. Jam 03:00 aku terbangun dengan mimpi Ema berdiri dan bilang ingin bicara dengan mas nur (anak sulung) dan dalam mimpi kukatakan padanya akan menelpon mas nur.
Dengan harap cemas kami di rumah menunggu kabar Ema. Kubersihkan rumah dan kucuci baju yang kubawa pulang dari RS. Selasa, 27 September 2011 tepat Jam 9 pagi terjadi pemadaman total walau tidak lama. Jam 9:30 mas hasan mengabarkan bahwa Ema, our beautiful girl dijemput malaikat untuk menghadap pemilik sejati manusia Alloh maha pencipta. Jam 11;30 Ema pulang dengan mobil jenazah. Ema dimandikan, Ema disholati, Ema dibawa ke pemakaman, Ema dikibur di peristirahatannya terakhir pada hari yang sama.
Selamat jalan Ema, malaikat penjaga yang Allah anugerahkan kepada kami. Wanita tertegar dan tersabar yang kucinta. Kepergianmu yang indah meyakinkanku akan tempat peristirahatanmu yg indah juga. Walau hanya 26 tahun kurang engkau mendampingi, mendidik dan menjagaku. Engkau kan selalu menjadi teladan nyata untuk menjadi wanita sholehah. Semoga Allah merahmatimu, mengampuni segala kesalahanmu, menerima amal ibadahmu dan menempatkanmu di tempat yang terindah. Amiin.