Hari ini begitu panas dan gerah
ditambah penilaian olahraga lari jarak jauh menyisakan kelelahan luar biasa.
Lelah dan jenuh mengikuti penjelasan nasionalisme sukses menjadi lagu pengantar
tidur siang penghuni kelas 2.4. Rasa kantukku semakin parah saat semilir angin
menerobos jendela di samping kiriku.
Brak!!!!
Penggaris sepanjang satu meter
sengaja dijatuhkan Pak Sukadi untuk mengusir setan kantuk. Kelas kamipun
kembali fokus demi nasionalisme yang tidak mengena ke pejabat mengingat mereka
menjual sumber daya alam ke asing. Daripada dicap murid kurang ajar karena
tidur disaat guru menjelaskan, akhirnya kukeluarkan senjata ampuh pengusir
kejenuhan mengikuti pelajaran di kelas. Yups buku kumpulan lagu yang kutulis
dari berbagai sumber. Buku ini membuatku tetap segar karena bisa bersenandung
dalam hati mengikuti bait-bait lagu sampai tak terasa bel pelajaran terakhir
dibunyikan.
Anggun menarik tanganku seperti
biasa kalau dia ingin cepat-cepat pulang. Setiap hari dia adalah teman
menyenangkan bagiku melewati jalanan KH Agus Salim menuju Jalur utama
Tegal-Purwokerto dimana bis Kurnia yang akan mengantarku pulang ke rumah.
Dibanding naik bis kecil yang harus dua kali dan lebih mahal mana suka ngetem
lagi di pasar Balapulang, aku lebih memilih bis Kurnia selain lebih murah juga
lebih cepat. Kalau ingin menguras uang saku lagi, kami bisa naik angkutan kota
dari depan sekolah. Rute pavorit kami dan para siswa yang rumahnya jauh adalah
jalan ini, walau panas tapi bisa cuci mata melihat barang-barang bagus atau
aroma kue yang enak maupun aroma harum dari pabrik teh, walau tidak jarang bau
menyengat kami hirup dari tumpukan sampah di pasar yang kami lewati.
Anggun mengajakku ke salah satu
gedung tempat operasional salah satu bank swasta. Kulihat beberapa orang sedang
antri di depan teller, Kami duduk di pojok ruangan dekat dispenser. Kebetulan
ada dua gelas kosong yang belum dipakai minum. Kami memencet tombol biru,
jadilah segelas air dingin melewati kerongkongan mengusir rasa haus dan memberi
kesegaran ditambah duduk di ruang kantor yang sejuk ini. Lima menit kemudian,
“Yuk kita pulang”
“Loh bukannya kamu harus ambil
uang dari bapakmu”
“Kata siapa, aku cuma numpang
lumayan kan memanfaatkan fasilitas umum”
Sambil mengedipkan mata dia
berdiri menuju pintu keluar, Ya ampun cerdik juga dia. Di luar kami
senyum-senyum sendiri mengingat semua orang menatap kami. Sejak itulah setiap
kali kami kelelahan dan kehausan, kantor itu menjadi tempat persinggahan kami.
Walau tidak harus minum gratis karena kehabisan gelas bersih, paling tidak bisa
mengusir panasnya siang di kota Slawi.
Batam, 28 Juni 2013
Vidya Putria Rawas