Rabu, 31 Juli 2013

Lima Menit Menjelang Pulang Sekolah


Ekonomi yang membahas hukum penawaran dan permintaan biasanya membuatku bersemangat mengikuti pelajaran terakhir, namun perasaanku gelisah memikirkan segala kemungkinan buruk yang akan menimpaku begitu bel dibunyikan. Aku berharap waktu begitu lambat berjalan memberiku kesempatan menemukan jalan keluar dari masalah ini. Setiap kali kulirik Tomi, Topan, Erna maupun Nida mereka menatapku dengan penuh kemenangan dan senyum kebahagian. Belum lagi tangan mereka menggoyang-goyangkan kantong ajaib yang sejak jam istirahat menggusik ketenangan hidupku.
Hari yang paling menyebalkan bagiku adalah hari apapun yang jatuh pada enam November yang merupakan alarm peringatan umurku yang semakin bertambah. Walau seringnya berharap bertambah kebahagian namun seringkali apa yang kuinginkan tidak terpenuhi. Seperti hari ini yang mengingatkanku pada peristiwa setahun lalu yang sama sekali tidak ingin kuulangi.
Setahun yang lalu, aku menjadi pusat pelampiasan emosi  penghuni kelas dua D. Tanpa memberiku kesempatan untuk menolak dan melarikan diri, mereka mengelilingiku dengan berbagai sampah sengaja ditaburkan di sekujur badanku. Serbuk putih yang dikumpulkan dari papan tulis, serpihan kertas, dan sedikit pasir sukses membuatku menjadi pusat perhatian saat perjalanan pulang. Waktu itu kami dapat jatah masuk siang, dimana jam terakhir adalah jam setengah enam yang membuatku mengurungkan niat membersihkan diri di kamar mandi sekolah mengingat di sana tempat angker dan sudah sore mana sepi pula. Walau kemungkinan ini akan terjadi lagi di siang hari tapi aku tetap tidak sudi menjadi tempat pelampiasan mereka apalagi mereka sengaja menyisakan saus dan kecap bekas siomay menu istirahat mereka.
Ide ini kudapat detik terakhir menjelang pelajaran ditutup, secepat yang kubisa semua buku dan alat tulis kumasukan ke dalam tas dan melihat ke bawah barangkali tali sepatuku diikat ke meja dengan diam-diam oleh siapapun agar aku tidak lari. Akhirnya bel dibunyikan, saat doa akhir belajar dipanjatkan yang dipimpin Andri tak lupa teksnya kuganti “Ya Allah selamatkanlah 3X Aamiin”. Pada saat Pak Samsudin beranjak dari singgasananya, dengan mantap kudahului dan tak lupa kuberi senyuman termanis yang kumiliki ”Maaf Pa, saya duluan” yang disusul langkah cepat menuju pintu. Beliau hanya menatapku bingung, disusul suara dibelakangku “CURANG”. Kubalas tatapan kekecewaan mereka dengan langkah seribu menuju gerbang sekolah khawatir mereka menyusulku dan menyerangku. Akhirnya aku lolos dari lubang jarum ini.
Batam, 28 Juni 2013

Vidya Putria Rawas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar