Rabu, 31 Juli 2013

Kupu-Kupu Kertas

Wahai Remaja Muslim, Kalian bukan Kupu-Kupu Kertas

Remaja adalah generasi harapan negara, apalah jadinya jika remaja menjadi sosok yang rapuh, mudah terbawa arus dan tidak memiliki visi misi hidup yang jelas dan benar. Arus globalisasi menyeret remaja menjadi individu egois dan hanya berorientasi kesenangan jasmani. Tawuran sebagai ajang pembuktian kehebatan yang salah kerap kali menjadi pelampiasan emosi hanya karena hal sepele. Pornografi menggiring remaja rapuh untuk melampiaskan nafsu seksual mereka dengan cara yang salah seperti freeseks bahkan sampai dijadikan peluang bisnis yang beromzet ratusan juta dengan pelaku pelajar. Seperti inikah generasi yang kita harapkan?

Selain tawuran dan prostitusi, remaja juga dijangkiti penyakit egois parah. Di tengah ketidakmampuan pelajar lain  membayar uang sekolah, dengan bangga mereka membuang minimal ratusan ribu hingga jutaan rupiah dalam semalam. Konser Justin Bieber, Katty Pery maupun Super Junior membuktikan betapa ketenaran mereka mampu mengusir sikap peduli dan empati. Ini dilakukan hanya sebagai ajang status di dunia maya maupun pengokohan label gaul di dunia nyata. Kebanggaan yang luar biasa manakala memiliki tiket dan bisa berfoto dengan artis panutan, minimal memotret aksi panggung mereka. Kebanggaan ini merurut mereka sebanding dengan usaha mereka dalam menyisihkan jatah bulanan untuk ditukar dengan selembar tiket.

Kupu-kupu kertas merupakan gambaran remaja yang cantik penuh warna namun rapuh. Sebagai remaja muslim haruskan mengikuti arus menjadi kupu-kupu kertas? Siapa saja yang berusia balig maka pembebanan hukum syara sudah melekat padanya baik itu remaja yang seringkali dimaklumi untuk berbuat salah. Lalu, bagaimana dengan gambaran remaja ideal?

Remaja ideal adalah remaja cerdas karena Islam. Islam  tidak sekedar menuntunnya dalam sholat atau puasa ramadhan tetapi juga dijadikan panduan dalam berfikir, bersikap dan berpendapat. Islam yang mereka yakini mampu menjadikannya setegar karang dalam menghadapi gempuran westernisasi yang merusak namun bisa selembut sutera dalam memperlakukan kedua orang tuanya. Mereka tidak hanya berprestasi di sekolah tetapi memiliki kepribadian islam yang kuat, minimal bukan trouble maker di sekolahnya. Merekalah panutan sejati bagi teman-temannya dan harapan bagi orang tua. Bagaimana mewujudkannya?

Mewujudkan remaja yang cerdas bisa dimulai dari usaha untuk memahami  agama, dengan mengikuti kajian Islam rutin. Mengapa hal ini penting? Pemahaman agama yang benar akan menjadi panduan remaja dalam bersikap dan sebagai benteng menyaring serangan budaya asing yang merusak.  Pemahaman yang benar menjadikan remaja memiliki visi hidupnya yang jelas sehingga bisa memaksimalkan waktunya untuk hal-hal yang bermanfaat. Prinsip materi menjadi faktor kuat orang tua dan pelajar rela menghabiskan uang dan waktunya untuk mengikuti les daripada kajian islam yang lebih bermanfaat sudah begitu gratis lagi.

Usaha kedua yaitu memaksimalkan potensi dan berani mengikuti ajang bakat. Sekarang ini berbagai lomba diadakan untuk remaja  seperti lomba menulis, berpidato, karya ilmiah, olimpiade sains, dan lainnya. Ajang bakat memang tumbuh subur di negri ini hanya saja lebih mengutamakan ajang bakat seni karena dianggap lebih cepat mendatangkan kekayaan dan banyak didukung swasta yang bergerak di bisnis tersebut. Adapun ajang lain dinomorduakan baik dari fasilitas maupun bentuk penghargaannya.

Kedua hal di atas penting, remaja adalah potret pengisi masa depan sebuah generasi terutama remaja islam. Apa yang bisa diharapkan dari Islam jika remaja yang mereka miliki lebih tertarik dengan budaya barat atau budaya korea? Waktu yang dimiliki dihabiskan untuk melahap dan memahami drama korea atau film Hollywood. Hasilnya secara fisik mereka dewasa tetapi tidak mandiri dan tidak memiliki visi hidup yang jelas. Seandainya hidup adalah perumpamaan maka pilihlah hidup seperti lebah, bukan kupu-kupu yang indah sesaat apalagi kupu-kupu kertas. Wallahu’alam
                                                                                                            Batam, 22 Juni 2013
                                                                                                            Vidya Putria Rawas






Tidak ada komentar:

Posting Komentar