Jumat, 25 Februari 2011

3 Alasan Ga Pacaran
Pertama kalinya pada saat itu keponakanku  yang masih berumur 3 tahun (2004an) dia bertanya “Pacar Lilik Mana?”. Kaget aku! Saat kutanya? “Emang pacar itu apaan Iz??’ “Teman cowok” “wah jadi Dzaky (adiknya) pacar Lilik dong?” “Ih Bukan, apa ya??. Biasalah anak kecil kan terkadang tidak tau makna yang diucapkannya, ia hanya meniru apa yang ia lihat, dan ia dengar. Saat itu mas ku yang menjawab “Lilik ga punya pacar, tapi punyanya calon suami?. Saat itu yang bisa kukatakan adalah “Hih, Mamas Apaan sih?”
        Pada saat itu memang, Saya tidak punya pacar dan sekaranglah Saya akan menjawabnya, mengingat kemarin anak kelas 4 SD sudah mengerti pacarnya si X. setidaknya ada 3 alasan mengapa sampai saat ini, saat tidak berminat untuk pacaran dengan siapapun, dimanapun dan kapanpun.
        Pertama, pada saat saya masih SD, pernah dua kali saya melakukan aksi lempar jumroh untuk mengusir pasangan yang duduk bareng sembari cekikikan, entah apa yang dibicarakan. Aksi lempar jumroh pertama dengan kerikil yang berhasil membuat pasangan yang lagi berduaan dibawah pohon kelapa menyingkir entah kemana. Aksi yang kedua, lempar jumroh dengan tomat, kentang, terong busuk yang saat itu dengan mudah Saya temukan di pasar untuk mengusir sepasang pelajar SMP yang juga sedang pacaran. Saat itu, iseng saja plus saya paling tidak suka melihat pasangan yang sok romantislah, sok perhatianlah. Pada saat itu, Saya benci setengah hidup melihat orang yang pacaran.      
Kedua, pada saat penulis kelas 2 SMP, Ibu tersayang paling tidak suka mendengar anak-anaknya menyanyikan lagu yang berbau “cinta” ya kaya “Betapa kucinta padamunya Siti Nur Haliza, pada saat itu. Tidak sampai disini saja, Ibu selalu bilang “Anak kecil ga boleh pacaran, pacarannya kalo sudah kerja”.  Sebagai anak yang berusaha berbakti padanya, tentu kami semua nurut dong. Paling nyanyi lagu cinta-cintanya pas Beliau jualan di Pasar.
Menjelang akhir kelas 3 SMP, Saya menemukan tulisan yang entah apa judulnya, yang akhirnya membuat Saya  tau kalo pacaran itu tidak ada dalam islam. Saya juga tidak tau mengapa. Seingatku pada saat itu manut saja, toh yang menulisnya pasti lebih pintar dari Saya. Dan yang pasti, Jika memang dari Islam ya harus kita ikuti tanpa banyak bertanya “mengapa, kok bisa sih, masa sih,” apalagi sampai “ah itukan dulu, lain dengan sekarang”. Allah Swt berfirman yang artinya
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak pula bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan RasulNya telah menetapkan sesuatu ketetapan aka nada pilihan (selain hokum Islam) tentang urusan mereka. (TQS al Ahzab [33]:36
Pedoman itu pula yang membuat Saya menghabiskan masa SMA tanpa pacaran. Bahkan setiap kali lihat temen-temen jalan bareng, makan bareng, pulang bareng, mojok bareng. Yang ada dalam pikiran saya adalah “apa mereka ga bosen ya, setiap hari ketemu berduaan terus?” saking penasarannya Saya bertanya pada teman yang juga pacaran “Us, emang kalo pacaran apa sih yang diobrolin?’. Dengan tersenyum dia menjawab “apa yah, banyaklah Vid”. Saat itu Saya tidak bisa menerangkan kalo Pacaran itu tidak ada dalam Islam. Karena tidak mempunyai alasan yang kuat untuk membantahnya. Sebagai manusia yang berfikir, tentu apa yang kita pilih harus masuk akal juga kan?
Alhamdulillah, saat kuliah Saya mengkaji Islam di Hizbut Tahrir. Disanalah Saya tau kenapa pacaran itu ga boleh alias Haram hukumnya dalam Islam. Sejak saat itu, Saya berusaha untuk bisa menjelaskan kenapa sih Kita ga boleh pacaran?
Allah telah menciptakan alam dan segala isinya beserta aturan-aturan yang harus dijalankan. Itu pula mengapa Allah mengutus orang-orang pilihannya (Nabi dan Rasul) untuk menjelaskan aturan-aturanNya. Salah satu aturanyya berkaitan dengan hubungan antarmanusia, khususnya interaksi antarlawan jenis.
Allah menciptakan manusia dengan bekal kemampuan berfikir, kebutuhan hidup dan naluri. Ketiganya inilah yang menjadikan manusia mampu menjalani kehidupannya. Kebutuhan hidup seperti makan, minum, istirahat, bernafas sangat penting dan harus dipenuhi. Karena jika tidak, kemungkinan besar manusia bisa mati jika tidak memenuhinya. Padahal Nyawa seorang manusia disisi Allah sangat besar nilanya dibanding bumi. Itulah mengapa dalam Negara Islam, pencuri yang mencuri pada saat kelaparan dan masa peceklik tidak akan dikenai sanksi.
Adapun Naluri adalah dorongan untuk melakukan sesuatu. Yang namanya dorongan, pastilah dipicu dari luar. Naluri seksual muncul dalam rasa tertarik pada lawan jenis, rasa cinta dan sayang kepada selain diri kita. Masih ada dua naluri lagi yaitu naluri beragama dan naluri mempertahankan. Pada naluri beragama, akan muncul pada setiap manusia untuk mengkultuskan sesuatu yang dianggap lebih hebat darinya. Tentu Allah saja yang harus kita agungkan, tempat mengadu dan meminta. Pada naluri mempertahankan, akan muncul rasa ego yang terkadang harus lebih dari orang lain.
Kembali ke naluri seksual. Ketertarikan pada lawan jenis muncul ketika kita berinteraksi dengan lawan jenis yang dinilai lebih. Lebih cakep dari yang lainlah, lebih pinter, lebih alim atau yang lain. Rasa tertarik ini membuat kita menaruh perhatian lebih padanya. Semua berita tentangnya sebisa mungkin diketahui. Sebagai Hamba Allah yang patuh, tentu aktivitas kita harus disesuaikan dengan aturanNya. Jika kita menyukai seseorang, apa yang harus dilakukan? Allah menjelaskan dalam Al Qur’an tentang perintah menikah, menjaga pendangan, larangan mendekati zina, dsb.
Fakta aktivitas pacaran yang Saya temui, baca atau dengar. Seringkali melanggar aturan Allah. Allah melarang Kita untuk berkhalwat (berdua-duaan), dalam aktivitas maksiat ini, banyak dilakukan. Rasulullah pernah bersabda “Sungguh, anak adam lebih baik kepalanya ditusuk dengan besi panas daripada menyentuh wanita yang bukan mahram”. Pacaran diindikasikan sebagai gerbang menuju perzinahan.
Padahal Allah sudah tegas melarang mendekati zina
 “Dan janganlah kamu mendektai zina. Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan jalan yang buruk (TQS al Isra [17] ayat 32).
Allah pula menjelaskan tentang sanksi  bagi yang melakukannya.
Ada kaedah syar’I yang mengatakan “Sesuatu yang menghantarkan kepada keharaman maka hukumnya haram” itulah mengapa pacaran, bisnis diskotik, memfasilitasi pembuatan khamr dan narkoba semuanya hukumnya haram.
Trus bagaimana dong kalo kita mau menikah??? Begitu pertanyaan De Ifa. Dari kisah hidup para shahabat atau sirah nabawiyah, ditemukan cara mereka menikah. Ketika ada seorang laki-laki sudah siap menikah, maka ia akan datang ke rumah wanita yang disukainya untuk melamarnya. Jika jodoh diterima jika tidak ya cari lagi. Atau dengan perjodohan antarorang tua. Ada cara yang ktiga yaitu dengan ta’aruf. Seorang laki-laki mendatangi seorang wanita dan menyatakan keinginan untuk bertaaruf menuju pernikahan dengannya. Selama kurun waktu paling lama 3 bulan, mereka boleh bertemu dan membicarakan hal-hal yang menuju pernikahan seperti visi misi membentuk keluarga, persiapan pernikahan, terntu kedua orang tua juga sudah saling bertemu. Selama proses ini, tetap mereka harus mentaati aturan seperti tidak berduaan, tetap menutup aurat, dsb. Pernah lihat Serial Ramadhan 2010 yang Ketika Cinta Bertasbih? Itulah salah satu gambaran tentang ta’aruf.
Menikah sama dengan makan ketika kita lapar. Kita bisa memperoleh rizki untuk beli makanan atau menikah dengan X, sudah ada ketetapannya. Tinggal cara meraihnya yang akan dimintai pertanggungjawaban kelak. Makan, jika dengan cara yang halal dan makan barang halal tentu berbeda dengan makan dengan cara mencuri atau perbuatan haram lainnya. Sama halnya dengan menikah. Allah sudah menentukan jodoh kita sejak ruh kita ditiupkan. Tinggal proses bertemunya yang mempunyai nilai berbeda. Milih dengan pacaran yang tentu sudah haram hukumnya (dapat dosa) atau dengan cara ta’aruf (Insya Allah dapat pahala).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar